Selasa, 02 Oktober 2012

Hantu Wewe Gombel

Hai, teman-teman semua, gw dari Tuwiri Kulon. Ini sebenernya pengalaman sepupu gw waktu kecil, namanya Ani (gw juga serumah dengan Ani waktu kecil).


Dulu rumah tempat tinggal Ani dekat dengan kebun yang memang banyak banget pohon2 besar dan pohon bambu (barongan) yang lebat sekali. Saat itu hari menjelang siang (sekitar jam 11) Ani bermain dengan temannya yang bernama Atun. Awalnya mereka bermain dengan normal dan seperti biasa, tapi lama-kelamaan mereka malah bermain di belakang rumah, sampai-sampai mereka pun tiba di kebun di belakang rumah Ani.

Tapi waktu mendengar cerita Ani itu, aku juga sempat heran mengapa mereka berani bermain di tempat itu, padahal di sana nyeremin banget. Gw bisa tau karena waktu kecil kalau gw nangis, pasti gw dibawa ibu ke kebun itu. Dia ngancam gw kayak gini : "Hey, kalau kamu tidak mau diam, akan ku lemparkan ke pohon bambu itu". Ibu bilang gitu supaya gw ketakutan dan mau diam, tapi gw malah nangis terus... :`D

Kembali ke TKP... Ani dan Atun melanjutkan bermainnya. Beberapa saat kemudian mereka melihat ada wewe gombel yang terbang dari pohon bambu menuju arah mereka. Mereka ketakutan dan berlari menyelamatkan diri dari kejaran hantu wewe gombel itu, tapi di tengah jalan mereka terpisah...

Atun beruntung, dia berlari ke rumah neneknya. Dia pun bertemu nenek nya dan berkata : "Nek, aku dan Ani dikejar wewe gombel". Neneknya pun berkata: "Mana Ani sekarang? kenapa dia tidak bersamamu?". Atun: "Dia tadi berlari ke rumah".

Sementara itu Ani sedang sial. Dia berlari ke rumahnya, namun disana sepi tidak ada orang sama sekali. Dan sialnya lagi dia masih di kejar2 hantu itu. Dia masuk ke kamar, mengunci pintu rapat2. Dia pun semakin takut karena pintunya digedor2 dengan keras oleh hantu itu. Tapi beruntungnya dia, beberapa saat kemudian para tetangga terdekat pun menghampiri kamarnya dan dia pun bisa tenang kembali.

Maaf kalau ceritanya kurang jelas, kejadian ini sudah lama sekali. Thanks buat yang udah baca dan share cerita ini, saya harap banyak yang memberi koment yang membangun :D

Selasa, 21 Agustus 2012

KATA-KATA MUTIARA CINTA


kata mutiara cinta

Cinta Hadir karena perkenalan, bersemi karena perhatian, bertahan karena kesetiaan. Namun cinta bisa gugur karena kebohongan.

Saat disisimu aku merasa hidup. Saat kau pergi aku merasa sunyi. Ku ingin kau selamanya disisiku... sayang.

Jika aku harus memilih untuk bernapas atau mencintaimu, maka akan ku gunakan napas terakhirku untuk mengatakan "aku mencintaimu"

Teman bisa membuatmu tertawa, sahabat bisa membuatmu bergembira, namun yang tulus mencintailah yang mampu membuatmu hidup.

Dua jiwa, dua hati berpadu bersama, dalam bahtera terindah bernama cinta.

Cintaku padamu adalah Air, yang selalu mengalir, dan tidak berpaling, yang selalu mengalir, dan tidak berubah, yang selalu mengalir, dan tidak berakhir...

Cinta adalah kerinduan untuk dipahami oleh seseorang yang benar-benar tulus untuk peduli. Ketika seseorang dimengerti, ia akan mampu bertahan terhadap apa pun di dunia ini.

Cinta adalah penderitaan terindah yang paling dicari manusia.

Malamku menjadi fajar yang indah karenamu...

Cinta adalah hal terbaik dan paling indah di dunia, tidak dapat dilihat atau bahkan disentuh. Cinta harus dirasakan dengan hati..

Kadangkala, saat kau dekat, aku kehilangan semua kata-kataku. Dan saat itulah aku berharap, mataku berbicara tentang perasaanku padamu.

Cinta mampu menghangatkan hati yang dingin, seperti matahari yang mencairkan gunung salju.

Jika mencintaimu hanyalah mimpi bagiku, maka biarkan aku tertidur selamanya.

Cinta adalah seberkas cahaya terang dalam kegelapan malam.

Cintaku padamu seperti Simponi terindah

Saat aku berada di padang pasir kehidupan, aku berharap cintamulah yang akan sejukkan jiwaku.

Jika pelukan mewakili betapa aku mencintaimu, maka aku akan memelukmu erat selamanya.

Cinta adalah misteri yang sulit dimengerti. Cinta adalah kebahagiaan yang terpancar dalam diri, meski terkadang cinta juga membawa rasa sakit.

Yang kuharap malam ini hanya tentangmu. Yang kuinginkan saat ini hanya damaimu.
Yang kupinta detik ini hanya bahagiamu. Met tidur, sayang....

Pagi yang tercerah adalah ketika bersamamu, malam yang terindah adalah ketika mendengarkan suara mu, hati yang paling bahagia adalah ketika memiliki mu selamanya

Jangan pernah menganggap hal biasa seorang yg memberi perhatian yang tulus padamu, karena akan menjadi sangat luar biasa disaat kamu rapuh dan terjatuh.

biarkan cinta mengalir apa adanya, terdengar indah bagai nada, menjadi obat bagi yang terluka, menjadi penguat yang putus asa, menjadi penerang saat gulita, hadirkan tawa ditengah duka.

Cinta ibarat menggenggam sekuntum mawar, semakin keras kau menggegam, semakin duri menusuk tajam, namun semakin lembut kau memegang, maka semakin mudah sang mawar terbang terbawa angin.

Cinta ibarat api, jika kau jaga dengan indah, maka cinta akan menghangatkanmu, namun jika kau siram dengan cemburu, maka cinta akan membakar dirimu.

Cinta hanyalah tumbuh di taman hati. Hanya hati yang suci yang mampu memupuk cinta sejati, sebagaimana cinta dihatiku... padamu.

Hanyalah para kesatria yang mampu mencintai. Karena cinta adalah melindungi, menaungi, menghargai dan, kesetiaan dan pengorbanan, dan semua itu semua hanya mampu dihadirkan oleh para kesatria.

Pengorbanan cinta seperti indahnya pelangi yang menghiasi langit kehidupan.

Beginilah cinta, deritanya tiada akhir ,by Dovan Bhocah Dhablek

Senin, 18 Juni 2012

Aku Ingin Mencintaimu Dengan Sederhana

Aku memandang kalender yang terletak di meja dengan kesal. Sabtu, 30 Maret 2002, hari ulang tahun perkawinan kami yang ketiga. Dan untuk ketiga kalinya pula Aa’ lupa. Ulang tahun pertama, Aa’ lupa karena harus rapat dengan direksi untuk menyelesaikan beberapa masalah keuangan perusahaan. Sebagai Direktur keuangan, Aa’ memang berkewajiban menyelesaikan masalah tersebut. Baiklah, aku maklum. Persoalan saat itu memang lumayan pelik.
Ulang tahun kedua, Aa’ harus keluar kota untuk melakukan presentasi. Kesibukannya membuatnya lupa. Dan setelah minta maaf, waktu aku menyatakan kekesalanku, dengan kalem ia menyahut,” Dik, toh aku sudah membuktikan cintaku sepanjang tahun. Hari itu tidak dirayakan kan tidak apa-apa. Cinta kan tidak butuh upacara…”
Sekarang, pagi-pagi ia sudah pamit ke kantor karena harus menyiapkan beberapa dokumen rapat. Ia pamit saat aku berada di kamar mandi. Aku memang sengaja tidak mengingatkannya tentang ulang tahun perkawinan kami. Aku ingin mengujinya, apakah ia ingat atau tidak kali ini. Nyatanya? Aku menarik napas panjang.
Heran, apa sih susahnya mengingat hari ulang tahun perkawinan sendiri? Aku mendengus kesal. Aa’ memang berbeda dengan aku. Ia kalem dan tidak ekspresif, apalagi romantis. Maka, tidak pernah ada bunga pada momen-momen istimewa atau puisi yang dituliskan di selembar kertas merah muda seperti yang sering kubayangkan saat sebelum aku menikah.
Sedangkan aku, ekspresif dan romantis. Aku selalu memberinya hadiah dengan kata-kata manis setiap hari ulang tahunnya. Aku juga tidak lupa mengucapkan berpuluh kali kata I love you setiap minggu. Mengirim pesan, bahkan puisi lewat sms saat ia keluar kota. Pokoknya, bagiku cinta harus diekspresikan dengan jelas. Karena kejelasan juga bagian dari cinta.
Aku tahu, kalau aku mencintai Aa’, aku harus menerimanya apa adanya. Tetapi, masak sih orang tidak mau berubah dan belajar? Bukankah aku sudah mengajarinya untuk bersikap lebih romantis? Ah, pokoknya aku kesal titik. Dan semua menjadi tidak menyenangkan bagiku. Aku uring-uringan. Aa’ jadi benar-benar menyebalkan di mataku. Aku mulai menghitung-hitung waktu dan perhatian yang diberikannya kepadaku dalam tiga tahun perkawinan kami. Tidak ada akhir minggu yang santai. Jarang sekali kami sempat pergi berdua untuk makan malam di luar. Waktu luang biasanya dihabiskannya untuk tidur sepanjang hari. Jadilah aku manyun sendiri hampir setiap hari minggu dan cuma bisa memandangnya mendengkur dengan manis di tempat tidur.
Rasa kesalku semakin menjadi. Apalagi, hubungan kami seminggu ini memang sedang tidak baik. Kami berdua sama-sama letih. Pekerjaan yang bertumpuk di tempat tugas kami masing-masing membuat kami bertemu di rumah dalam keadaan sama-sama letih dan mudah tersinggung satu sama lain. Jadilah, beberapa kali kami bertengkar minggu ini.
Sebenarnya, hari ini aku sudah mengosongkan semua jadual kegiatanku. Aku ingin berdua saja dengannya hari ini dan melakukan berbagai hal menyenangkan. Mestinya, Sabtu ini ia libur. Tetapi, begitulah Aa’. Sulit sekali baginya meninggalkan pekerjaannya, bahkan pada akhir pekan seperti ini. Mungkin, karena kami belum mempunyai anak. Sehingga ia tidak merasa perlu untuk meluangkan waktu pada akhir pekan seperti ini.
”Hen, kamu yakin mau menerima lamaran A’ Ridwan?” Diah sahabatku menatapku heran. ”Kakakku itu enggak romantis, lho. Tidak seperti suami romantis yang sering kau bayangkan. Dia itu tipe laki-laki serius yang hobinya bekerja keras. Baik sih, soleh, setia… Tapi enggak humoris. Pokoknya, hidup sama dia itu datar. Rutin dan membosankan. Isinya cuma kerja, kerja dan kerja…” Diah menyambung panjang lebar. Aku cuma senyum-senyum saja saat itu. Aa’ memang menanyakan kesediaanku untuk menerima lamaranku lewat Diah.
”Kamu kok gitu, sih? Enggak senang ya kalau aku jadi kakak iparmu?” tanyaku sambil cemberut. Diah tertawa melihatku. ”Yah, yang seperti ini mah tidak akan dilayani. Paling ditinggal pergi sama A’ Ridwan.” Diah tertawa geli. ”Kamu belum tahu kakakku, sih!” Tetapi, apapun kata Diah, aku telah bertekad untuk menerima lamaran Aa’. Aku yakin kami bisa saling menyesuaikan diri. Toh ia laki-laki yang baik. Itu sudah lebih dari cukup buatku.
Minggu-minggu pertama setelah perkawinan kami tidak banyak masalah berarti. Seperti layaknya pengantin baru, Aa’ berusaha romantis. Dan aku senang. Tetapi, semua berakhir saat masa cutinya berakhir. Ia segera berkutat dengan segala kesibukannya, tujuh hari dalam seminggu. Hampir tidak ada waktu yang tersisa untukku. Ceritaku yang antusias sering hanya ditanggapinya dengan ehm, oh, begitu ya… Itupun sambil terkantuk-kantuk memeluk guling. Dan, aku yang telah berjam-jam menunggunya untuk bercerita lantas kehilangan selera untuk melanjutkan cerita.
Begitulah… aku berusaha mengerti dan menerimanya. Tetapi pagi ini, kekesalanku kepadanya benar-benar mencapai puncaknya. Aku izin ke rumah ibu. Kukirim sms singkat kepadanya. Kutunggu. Satu jam kemudian baru kuterima jawabannya. Maaf, aku sedang rapat. Hati-hati. Salam untuk Ibu. Tuh, kan. Lihat. Bahkan ia membutuhkan waktu satu jam untuk membalas smsku. Rapat, presentasi, laporan keuangan, itulah saingan yang merebut perhatian suamiku.
Aku langsung masuk ke bekas kamarku yang sekarang ditempati Riri adikku. Kuhempaskan tubuhku dengan kesal. Aku baru saja akan memejamkan mataku saat samar-samar kudengar Ibu mengetuk pintu. Aku bangkit dengan malas.
”Kenapa Hen? Ada masalah dengan Ridwan?” Ibu membuka percakapan tanpa basa-basi. Aku mengangguk. Ibu memang tidak pernah bisa dibohongi. Ia selalu berhasil menebak dengan jitu.
Walau awalnya tersendat, akhirnya aku bercerita juga kepada Ibu. Mataku berkaca-kaca. Aku menumpahkan kekesalanku kepada Ibu. Ibu tersenyum mendengar ceritaku. Ia mengusap rambutku. ”Hen, mungkin semua ini salah Ibu dan Bapak yang terlalu memanjakan kamu. Sehingga kamu menjadi terganggu dengan sikap suamimu. Cobalah, Hen pikirkan baik-baik. Apa kekurangan Ridwan? Ia suami yang baik. Setia, jujur dan pekerja keras. Ridwan itu tidak pernah kasar sama kamu, rajin ibadah. Ia juga baik dan hormat kepada Ibu dan Bapak. Tidak semua suami seperti dia, Hen. Banyak orang yang dizholimi suaminya. Na’udzubillah!” Kata Ibu.
Aku terdiam. Yah, betul sih apa yang dikatakan Ibu. ”Tapi Bu, dia itu keterlaluan sekali. Masak Ulang tahun perkawinan sendiri tiga kali lupa. Lagi pula, dia itu sama sekali tidak punya waktu buat aku. Aku kan istrinya, bu. Bukan cuma bagian dari perabot rumah tangga yang hanya perlu ditengok sekali-sekali.” Aku masih kesal. Walaupun dalam hati aku membenarkan apa yang diucapkan Ibu.
Ya, selain sifat kurang romantisnya, sebenarnya apa kekurangan Aa’? Hampir tidak ada. Sebenarnya, ia berusaha sekuat tenaga untuk membahagiakanku dengan caranya sendiri. Ia selalu mendorongku untuk menambah ilmu dan memperluas wawasanku. Ia juga selalu menyemangatiku untuk lebih rajin beribadah dan selalu berbaik sangka kepada orang lain. Soal kesetiaan? Tidak diragukan. Diah satu kantor dengannya. Dan ia selalu bercerita denganku bagaimana Aa’ bersikap terhadap rekan-rekan wanitanya di kantor. Aa’ tidak pernah meladeni ajakan Anita yang tidak juga bosan menggoda dan mengajaknya kencan. Padahal kalau mau, dengan penampilannya yang selalu rapi dan cool seperti itu, tidak sulit buatnya menarik perhatian lawan jenis.
”Hen, kalau kamu merasa uring-uringan seperti itu, sebenarnya bukan Ridwan yang bermasalah. Persoalannya hanya satu, kamu kehilangan rasa syukur…” Ibu berkata tenang.
Aku memandang Ibu. Perkataan Ibu benar-benar menohokku. Ya, Ibu benar. Aku kehilangan rasa syukur. Bukankah baru dua minggu yang lalu aku membujuk Ranti, salah seorang sahabatku yang stres karena suaminya berselingkuh dengan wanita lain dan sangat kasar kepadanya? Bukankah aku yang mengajaknya ke dokter untuk mengobati memar yang ada di beberapa bagian tubuhnya karena dipukuli suaminya?
Pelan-pelan, rasa bersalah timbul dalam hatiku. Kalau memang aku ingin menghabiskan waktu dengannya hari ini, mengapa aku tidak mengatakannya jauh-jauh hari agar ia dapat mengatur jadualnya? Bukankah aku bisa mengingatkannya dengan manis bahwa aku ingin pergi dengannya berdua saja hari ini. Mengapa aku tidak mencoba mengatakan kepadanya, bahwa aku ingin ia bersikap lebih romantis? Bahwa aku merasa tersisih karena kesibukannya? Bahwa aku sebenarnya takut tidak lagi dicintai?
Aku segera pamit kepada Ibu. Aku bergegas pulang untuk membereskan rumah dan menyiapkan makan malam yang romantis di rumah. Aku tidak memberitahunya. Aku ingin membuat kejutan untuknya.
Makan malam sudah siap. Aku menyiapkan masakan kegemaran Aa’ lengkap dengan rangkaian mawar merah di meja makan. Jam tujuh malam, Aa’ belum pulang. Aku menunggu dengan sabar. Jam sembilan malam, aku hanya menerima smsnya. Maaf aku terlambat pulang. Tugasku belum selesai. Makanan di meja sudah dingin. Mataku sudah berat, tetapi aku tetap menunggunya di ruang tamu.
Aku terbangun dengan kaget. Ya Allah, aku tertidur. Kulirik jam dinding, jam 11 malam. Aku bangkit. Seikat mawar merah tergeletak di meja. Di sebelahnya, tergeletak kartu ucapan dan kotak perhiasan mungil. Aa’ tertidur pulas di karpet. Ia belum membuka dasi dan kaos kakinya.
Kuambil kartu ucapan itu dan kubuka. Sebait puisi membuatku tersenyum.
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Lewat kata yang tak sempat disampaikan
Awan kepada air yang menjadikannya tiada
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Dengan kata yang tak sempat diucapkan
Kayu kepada api yang menjadikannya abu.